Google
 

Tuesday, October 21, 2008

Program Antivirus Palsu Memperdaya 30 Juta Korban




Lebih dari 30 juta pengguna internet telah tertipu muslihat program antivirus palsu yang mencuri uang dan informasi pribadi pengguna, menurut perusahaan riset keamanan PandaLabs. Fenomena ini mungkin bukan merupakan hal yang baru, namun hingga kini terus berkembang menjadi sesuatu yang sangat serius. Saat ini ada sekitar 7.000 varian dari adware ini, kata PandaLabs dan jumlah pihak yang terjangkit terus bertambah dengan cepat.

pandaPengguna dapat terjangkit malware ini dengan cara yang sama seperti virus atau malware lainnya — dengan mengunduh konten yang tidak jelas dari jaringan P2P, membuka malwareemail dari pengirim tidak dikenal atau mengunjugi situs berbahaya. Pengguna juga sering tertipu oleh pop-up dalam jendela browser yang mengklaim bahwa mesin Anda telah terinfeksi virus, bluescreen palsu ataupun berbagai tipuan lainnya dan menyediakan solusinya asalkan pengunjung mengunjungi pautan (link) yang disediakan. Korban yang tertipu biasanya tidak keberatan mengeluarkan sedikit uang untuk menghapus "virus" di komputernya dengan cepat.

Walaupun sudah banyak pengguna internet yang paham benar untuk tidak memberikan informasi pribadi atau nomor kartu kredit hanya karena diminta oleh sebuah jendela pop-up, PandaLabs memperkirakan bahwa 3 persen dari pengunjung pernah memberikan data pribadi kepada "para penjual" produk yang mengklaim akan membersihkan komputer Anda dari virus. "Jika menggunakan perhitungan harga rata-rata di Eropa sebesar €49,95, setidaknya pencipta produk ini menerima pendapatan sebesar €10 million setiap bulan," menurut PandaLabs.

Fakta yang mengatakan bahwa 30 juta pengguna internet telah terjebak pada penipuan tersebut tidaklah terlalu mengejutkan. Sebuah studi yang dilakukan oleh Psychology Department of North Carolina State University baru-baru ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna internet tidak dapat membedakan kotak dialog palsu dan asli. Sebagai tambahan, pembuat software AVG menemukan bahwa lak-laki cenderung lebih percaya diri mengenai keamanan online daripada wanita, namun pada akhirnya mereka sama-sama menderita pencurian identitas dalam jumlah yang sama.